Dialog Publik LePMIL, Praktisi Lintas Lembaga Bahas Korelasi Budaya dalam Pembangunan Daerah

waktu baca 2 menit
Sabtu, 7 Sep 2024 19:35 0 117 Vritta

Vritta.id-Lembaga Pengembangan Masyarakat Pesisir dan Pedalaman (LepMIL), menginisiasi dialog publik yang mengusung tema ‘Keberagaman Etnis sebagai Pilar Pembangunan dalam Perspektif Calon Kepala Daerah’.

Dialog publik yang dilaksanakan di Kota Kendari, Minggu, 8 September 2024 ini melibatkan sejumlah praktisi dari berbagai lembaga diantaranyaL delegator Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Organisasi Perangkat Daerah (OPD),  Non-Government Organization (NGO), budayawan, mahasiswa, akademisi, politisi (La Ode Ida), serta insan pers.

Delegator NGO Kemitraan Partnertship, Rinto Andhi Sucoko, mengatakan, bahwa kesadaran akan pentingnya mengedepankan unsur budaya sebagai salah satu aspek penentu kebijakan pembangunan daerah wajib diatensi oleh calon kepala daerah.

“Bahwa aspek budaya ini menjadi salah satu aspek yang penting untung diusung pada Pilkada kali ini. Aspek kebudayaan memiliki nilai yang sangat luar biasa untuk membangun karakteristik daerah itu sendiri, sesuai amanat Undang-undang nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan,” kata Rinto, saat ditemui di sela sesi dialog publik.

Unsur budaya, menurut Rinto, menjadi penentu arah kemajuan suatu daerah, yang melahirkan pembangunan berbasis kebudayaan yang inklusi.

Adapun objek pemajuan kebudayaan meliputi: tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, olahraga tradisional.
Hal senada diungkapkan oleh La Ode Mutakhir Bolu selaku delegator Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Menurut Mutakhir, aspek kebudayaan harus menjadi bagian penting dari pembentukan visi dan misi calon kepala daerah.
“Visi misi calon kepala daerah ini kan harus sejalan RPJPD. Para figur tidak bisa mengabaikan isu kebudayaan di dalamnya. Jika kebudayaan suatu daerah tak jadi prioritas utama, maka identitas atau karakteristik masyarakat di daerah itu sendiri akan hilang,” kata Mutakhir.
Diketahui, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan merupakan acuan legal-formal pertama dalam mengelola kekayaan budaya di Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada 27 April 2017.
Undang-undang ini mengatur beberapa hal, diantaranya:
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat.
2. Kebudayaan menjadi investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa.
3. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah harus melakukan pengembangan objek pemajuan kebudayaan.
4. Pengembangan objek pemajuan kebudayaan dapat dilakukan dengan cara penyebarluasan, pengkajian, dan pengayaan keberagaman.
5. Setiap orang dilarang secara melawan hukum menghancurkan, merusak, menghilangkan, atau mengakibatkan tidak dapat dipakainya sarana dan prasarana pemajuan kebudayaan.***

 

PENULIS : ADMIN
EDITOR : ERNILAM

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Unggulan

Unggulan