Vritta.id-Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sultra, Arjaya Dwi Raya mengungkapkan alasan mengapa platform financial technology (fintech) illegal masih saja menjamur di dalam negeri , padahal satgas waspada investasi sudah bekerja keras membasmi satu demi satu entitas yang menjerat masyarakat hingga terjerumus ke ke dalam pusaran hutang piutang yang tak ada habisnya.
Di platform penyedia aplikasi Playstore saja tercatat masih banyak aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal yang menduduki posisi tertas. Sebagian besar dari aplikasi ini memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI), dan akun buatan yang kemudian digunakan untuk mencantumkan review atau ulasan positif (tapi fake/palsu ), sehingga aplikasi mereka menduduki peringkat teratas di toko aplikasi besutan google ini.
Ironisnya, masih ada sebagian besar aplikasi yang mencatut logo OJK sehingga seolah-olah layanan pinjaman online yang mereka promosikan di dunia maya sah atau memiliki lisensi oleh otoritas lembaga keuangan itu.
“Itu mereka sebagian ada yang pakai jaringan ke luar negeri (sindikat internasional). Makanya kami ingin disini pemerintah terkait termasuk Kominfo, juga bersama menumpas entitas pinjol yang meresahkan ini. Aplikasi fintech ilegal ini kan tersebar di dunia maya,” kata Kepala OJK Sultra, Arjaya Dwi Raya, di sela-sela kegiatan Training of Trainer Implementasi Tugas OJK kepada Wartawan Sultra, Selasa, 28 November 2023.
Lebih jauh Arjaya mengungkapkan cara kerja aplikasi pinjol ilegal yang melanggar ketentuan POJK. Beberapa diantaranya yakni menggunakan AI untuk meminta akses kontak, lokasi, microfon kepada pengguna. Jika pengguna tak sadar mengizinkan akses aplikasi, maka bukan tidak mungkin data pribadi pengguna sudah ‘ditelanjangi’.
Selain itu, Arjaya juga mengimbau masyarakat untuk tak segan melayangkan pengaduan, jika fintech legal atau ilegal yang diakses memiliki kecenderungan melanggar ketentuan OJK.
“Hati-hati terjebak disini. Masyarakat harus bijak menggunakan layanan fintech. Jika tidak ingin terjebak, sebisa mungkin tidak menggunakan layanan pinjaman ilegal. Di laman OJK sudah banyak fintech yang legal dan sah untuk diakses masyarakat. Namun sebisa mungkin masyarakat harus cerdas memilah layanan kredit atau pinjaman yang memilik platform bunga yang rasional berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah,” kata Arjaya.
Diketahui, perkembangan pengguna fintech di Provinsi Sulawesi tenggara mengalami pertumbuhan yang postif. Dilihat dari jumlah lender (akumulasi) terdapat peningkatan sebanyak 1.313 entitas atau 54,14 persen yoy. Seiring dengan itu borrower/peminjam (akumulasi) juga mengalami peningkatan sebesar 55,87 persen yoy.
Di sisi lain, jumlah transaksi per akun di Provinsi Sulawesi Tenggara khusus untuk akun lender (pemberi pinjaman), tumbuh sebesar 51,35 persen yoy dan transaksi borrower tumbuh sebesar 39,59 persen yoy.
Per posisi Agustus 2023, jumlah outstanding pinjaman fintech di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp196 Miliar atau meningkat 27,67 persen yoy. Dengan TWP90 sebesar 0,88 persen.
OJK sendiri diketahui telah menyiapkan layanan pengaduan terkait lembaga atau entitas keuangan termasuk pinjol di laman Aplikasi Portal Perlidungan Konsumen (APPK) yang dapat diakses di https://kontak157.ojk.go.id/ atau dapat disampaikan langsung ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) SJK.
“Kantor OJK Sultra juga terbuka lebar bagi masyarakat yang ingin mengadukan perihal masalah yang berkaitan dengan fintech atau pinjol ini,” kata Arjaya.
Senada dengan Arjaya, Kanit I Subdit II Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Ditreskrimsus Polda Sultra AKP Ahmad Fatoni, mengimbau agar masyarakat tidak segan melaporkan jika terjadi pelanggaran pada fintech yang mengakibatkan kerugian moril dan materil pada masyarakat.
Sejauh ini menurut Ahmad Fatoni, belum ada pengaduan terkait pelanggaran yang melibatkan fintech atau pinjol legal maupun ilegal. Namun aparat kepolisian sebagai salah satu bagian dari instrumen Satgas Waspada Investasi siap mengawal aduan masyarakat terkait fintech, dengan catatan menyimpan bukti-bukti yang dapat ditindaklanjuti untuk kepentingan penyelidikan.
“Sejauh ini, di Sultra, delik aduan untuk pelanggaran fintech atau pinjol ini masih nihil atau belum ada. Namun kami sekali lagi mengimbau masyarakat untuk tak segan melaporkan masalahnya jika dirasa sudah sangat merugikan, tentu dengan bukti dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum,” pungkasnya.
Diketahui, berdasarkan Pasal 35 ayat (5) nomor 10/POJK.05/2022, penyelenggara fintech atau lembaga penyalur kredit/pinjaman diwajibkan memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan penerima dana.
Selain itu, skema penagihan pinjol kepada penerima dana atau borrower telah diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022.
Tidak ada komentar