Pemerintah Kota Kendari bersama Rumpun Perempuan Sultra (RPS), dan mitra pembangunan lainnya, melaksanakan penyusunan SOP Layanan Publik Inklusif di tingkat kelurahan/Foto: Lala. Vritta.id-Pemerintah Kota Kendari bersama Rumpun Perempuan Sultra (RPS), dan mitra pembangunan lainnya, mendorong penyusunan SOP Layanan Publik Inklusif di tingkat kelurahan.
Penyusunan SOP ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Nomor 2 Tahun 2024, yang menekankan pentingnya aturan teknis guna memastikan layanan publik ramah terhadap kelompok rentan.
Perwakilan RPS, Zahra mengatakan, RPS telah mencatat rentetan tantangan dalam mendampingi kasus kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan sosial. Ini menunjukkan fakta bahwa banyak kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, hingga korban kekerasan, yang masih belum dapat mengakses layanan publik yang layak.
Menurut Zahra, mereka masih menghadapi diskriminasi sosial. Tak jarang ditemui kasus dimana layanan publik baru bisa diakses jika mereka didampingi keluarga, RT/RW, atau pihak lain, namun kesulitan ketika harus mengakses layanan terbuka secara mandiri.
“Harapannya, kelompok rentan tidak lagi diperlakukan berbeda. Mereka berhak mendapatkan ruang yang sama dalam mengakses layanan publik,” kata Zahra, dalam kegiatan penyusunan SOP yang digelar di Kendari, 3 Oktober 2025.
Dari 15 kelurahan yang menjadi fokus, Kelurahan Anawai disebut cukup mandiri dalam pendampingan korban kekerasan, sementara Kelurahan Bonggoea mengembangkan dana simpan pinjam untuk pemberdayaan masyarakat. Namun, kendala yang masih kerap muncul adalah persoalan pendataan administrasi, seperti KTP dan kartu keluarga.
Pejabat Bagian Hukum Pemkot Kendari, Gunawan, menekankan bahwa regulasi harus membawa dampak nyata bagi masyarakat.
“Impact assessment perlu dilakukan. Raperwali administrasi kependudukan inklusif sudah bagus, tapi masukan dari kelurahan menunjukkan pelayanan dasar masih dibarengi syarat kewajiban, misalnya pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan atau pengantar RT/RW. Ini perlu disinkronkan agar prinsip kesetaraan tetap terjaga,” katanya.
Gunawan menegaskan bahwa komitmen Pemkot Kendari dalam penyusunan regulasi administrasi kependudukan, harus sejalan dengan predikat Kota Ramah HAM yang diberlakukan pada 2024.
Proses penyusunan regulasi ini dimulai dari tahap perencanaan, pengajuan judul, penyusunan draft, promosi perwali, hingga harmonisasi di Biro Hukum Provinsi Sulawesi Tenggara. Finalisasi ditargetkan rampung pada Februari 2025.
“Regulasi ini diharapkan tidak hanya responsif, tapi juga mampu mengendalikan perilaku pelayanan sehingga benar-benar membawa perubahan bagi warga, khususnya kelompok rentan,” kata salah satu peserta dalam forum.
Kegiatan penyusunan SOP layanan inklusif di Kendari dihadiri oleh para lurah, organisasi masyarakat sipil, serta perangkat daerah terkait.
Pembahasan kali ini menyoroti syarat dan ketentuan layanan, termasuk retribusi sampah dan kewajiban administrasi lainnya, agar tetap sejalan dengan prinsip pelayanan publik yang inklusif. (*)
Tidak ada komentar